a : Wacana Pemikiran Islam di Indonesia
Tahun 70 - 80an :
Muncul pemikiran atau gagasan
- Sekulerisasi dicetuskan oleh Nurcholis Majid (Cak Nun)
- Pribumisasi Islam dicetuskan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Tahun 80 - 90an :
Muncul Pemikiran atau gagasan
- Islam Rasional oleh Harun Nasution
- Fikih Sosial oleh oleh KH Ali Yafie
- Islam Transformatif oleh Muslim Abdurrahman
- Islam Profetik oleh Kuntowijoyo
Pandangan Pribumisasi Islam di Indonesia ialah bahwa Umat Islam di Indonesia berbeda dengan setting sosial yang terjadi di jazirah arab dan yang lain, kita sebagai negara Indonesia tidak dikenal karena kabahnya, namun kita dikenal karen candi borobudur, prambanan yang itu menunjukkan jaman keemasan hindu & Budha. Islam di Indonesia dalam banyak aliran ada. Secara sosial seperti Islam yang masih kental yakni di Aceh, Minangkabau, dan sampai ke daerah sumatra bagian selatan, Di jawa kita kenal namanya Islam Kejawen yang masyarakatnya sinkretis, Bali dilingkupi oleh corak hindunya dan sampai ke papua dengan kristianinya. Gus Dur memandang bahwa Bisa dimunculkan nilai-nilai Islam di Indonesia dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Islam Rasional ialah Inti dari pembahasannya berkaitan dengan filosofi Yunani, Plato dsb yang mengarah kepada mendudukan dan mengagung agungkan akal lebih diatasnya wahyu.
Islam Transformatif ialah nilai-nilai Islam ditransformasikan sehingga terjadi human relation (peduli terhadap masalah sosial).
b : Islam Profetik
- Diperlukan untuk menjelaskan fenomena sosial namun juga mentransformasikannya.
- Istilah paradigma Islam profetik muncul karena mencari istilah yang lebih nyaman secara psikologis sosial umat Islam dibanding istilah lain seperti Islam transformatif atau teologi pembebasan yang berakar dari tradisi katolik.
- Tidak sekedar mengubah demi perubahan, akan tetapi mengubah berdasarkan cita-cita etik dan profetik tertentu yang diidam-idamkan masyarakat.
- Bagaimana umat Islam menurut Kuntowijoyo, nilai profetik yang dicita-citakan dan perjuangkan adalah : humanisasi/emandipasi, liberasi, dan transendensi yang diderivasikan dari misi historis Islam.
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (QS. Ali-'Imran [3] :110)
c : Cita - Cita Transformatik Islam
1. Amar ma'ruf : Humanisasi dan emansipasi.
2. Nahyi munkar : Upaya untuk liberasi.
Tantangan : Problem Manusia Modeen
1. Dinamika Pemikiran diantaranya :
- Animisme dan Dinamisme
- Konservatisme (Menolak Modernitas)
- Rasionalisme (positivisme) vs empirisme
- Atheisme (tidak bertuhan), agnotisme (mau bertuhan namun tidak mau beragama) dan sekulerisme (agama tidak perlu diluar rumahnya)
2. Dampak Negatif Produk Pemikiran diantaranya :
- Dehumanisasi
- Mekanisasi/ Robotisasi
- Konsumerisme dan hedonisme
- Individualis dan anti sosial (sosial semu)
d : 5 Program reintepretasi cita-cita Islam, yakni :
1. Kembangkan penafsiran sosial struktural daripada penafsiran individual ketika memahami ketentuan tertentu dalam al-Qur'an. contoh : Bukan hanya mengutuk berfoya-foya sematatetapi juga mencari penyebab strukturalnya yang membuka gaya hidup hedonis.
2. Membuat cara berfikir subjektif ke cara berfikir objektif untuk menumbuhkan cita-cita objektif Islam, misal : zakat dipahami untuk meningkatkan tingkatan sosial.
3. Mengubah Ilmu yang normatif menuju ke teoritis, misalnya : konsep fuqara tidak hanya sebatas untuk meng-asihnya, tetapi berupaya memahami fenomena fuqara dan masukan dalam konteks yang lebih riil dan faktual.
4. Mengubah pemaknaan yang historis menjadi substansi, misalnya : kisah di al-Qur'an tentang bani Israil dan Musa yang diburu para tentara yang dipimpin oleh fir'aun. Jangan dipikir hanya sebatas zaman itu. Seharusnya dipahami secara historis bahwa adanya kaum yang mustadhafin pada setiap zaman.
5. Meneruskan formula-formula wahyu yang bersifat umum menjadi penjelasan-penjelasan dan empiris, misalnya : ayat-ayat yang menyatakan Allah mengecam orang-orang yang melakukan sirkulasi kekayaan di kalangan kaum kaya, maka kita perlu menjelaskan spesifiknya tentang monopoli, oligopoli, dsb.
Referensi :
Terinspirasi Seminar Paradigma Profetik, 21 November 2014 di GSP A1 Timur oleh JS UGM
http://www.cuncti.net/images/Zeit-klnj8642.jpg
Profetik Islam
06.10 |
Read User's Comments(0)
Reaktualisasi Sikap Profetik Pengader Membangun Insan Ulil Albab
06.02 |
Profetik berasal dari bahasa inggris prophetical yang mempunyai
makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi
yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal secara religius dan individual,
tetapi juga menjadi pembimbing masyaraka
menujut ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan
penindasan. Menurut Ali Syari’ati “para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan
do’a tetapi mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan”.
Profetik atau kenabian di sini merujuk pada pemikiran yang
dikembangkan oleh Kuntowijoyo tentang Ilmu Sosial Profetik, bahwa ada tiga
unsur landasan nilai Profetik yang dalam Al-Quran disebutkan meliputi amar
ma’ruf (humanisasi), nahi munkar (liberasi), dan iman billah (transendensi).
Setiap entitas masyarakat, himpunan, atau organisasi akan terjamin
eksistensinya bila didukung dengan seperangkat sistem kaderisasi. Keberadaannya
merupakan tuntutan logis dari sebuah kelompok yang memiliki visi besar, karena
visi tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya generasi penerus yang telah
tertanam nilai-nilai organisasi. Hmi sebagai organisasi perkaderan semenjak kelahirannya harus terus
menyempurnakan sistem perkaderan yang dimiliki untuk lebih meningkatkan taraf
kualitas perkaderan serta membuat suatu format perkaderan ideal yang cocok bagi
HMI.
Dalam hal perkaderan, tiga nilai yang disebutkan diawal tulisan ini
merupakan landasan penting dalam proses pembentukan seorang pengader himpunan
yang memiliki peran penting sebagai pendidik, pemimpin dan pejuang. Seorang
pengader harus memahami bahwa misi-misi profetik yang dibawa oleh para nabi dan
Rasulullah juga merupakan tugas yang ia emban, yaitu bagaimana keberadaannya
mampu menyebarkan dan mengaktualisasikan nilai serta ghiroh humanisasi,
liberasi, dan transendensi.
HMI dalam era globalisasi ini menghadapi jalan terjal, di era
ketika degradasi moral dan akhlak semakin kencang, HMI diharapkan mampu menjadi
angin segar dan solusi dalam menjadi benteng perbaikan moralitas dan identitas
bangsa. Tantangan HMI dimasa depan salah satunya adalah membangun sistem
ke-HMI-an untuk membenahi sistem perkaderan yang semakin rapuh, penguatan
infrastuktur kelembangaan serta menaikkan harkat dan martabat HMI yang harus
setara dengan negara. Memang tantangan baru muncul pada masa transisi demokrasi
sekarang ini, dimana pragmatisme politik masih memberikan warna terhadap
kerangka perubahan.
Menurut Gramsci, kaum-kaum terdidik (mahasiswa) seharusnya didorong
untuk menjadi kaum intelektual. Kaum-kaum yang sadar akan posisinya di dalam
kerangka struktur kemasyarakatan. Kaum terdidik yang mampu memberikan
kontribusi positif dalam masyarakat.
Dalam upaya membangun dan menyiapkan sumber daya manusia berkualitas,
terutama dalam menghadapi tantangan sekarang HMI sebagai kampus pembelajaran
kedua di luar perguruan tinggi, HMI dapat memberi kontribusi yang besar
terhadap proses pematangan mahasiswa sebagai kelompok masyarakat terpelajar.
Dengan membangun manusia-manusia terdidik melalui proses pembelajaran,
pemupukan potensi intelektual dan kepemimpinan, serta penguatan kapasitas
belajar secara kontinum, diharapkan HMI bisa turut melahirkan manusia-manusia
unggul masa depan. Yaitu manusia-manusia yang cerdas, terampil, berbudi
tinggi, berwawasan, berikiran bebas,
sehingga siap menyongsong kehidupan global yang sangat kompetitif itu.
Dalam mencapai sistem perkaderan yang baik, hendaknya para pengader
memperhatikan bagaimana sikap Rasulullah dalam bermu’amalah dengan makhluk dan
Allah.
HMI sebagai organisasi pekaderan dan perjuangan mempunyai tujuan
mulia yang suci, dan itu menjadi tugas para kader untuk mewujudkan tujuan
tersebut tercapai. Perkaderan adalah proses pembentukan dan pembinaan anggota
menjadi Kader ideal yang berlandaskan kepada Ideologi organisasi seperti yang
tertulis dalam khittah perjuangan demi tercapainya tujuan HMI yang berbunyi “Terbinanya
Mahasiswa islam menjadi insan ulil albab yang turut bertanggung jaab atas
terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT”.
Perkaderan HMI merupakan suatu program terencana, terarah,
terus-menerus dan terangkai dalam suatu kesatuan yang terpadu dalam
mempersiapkan anggota dan pengader sebagai subyek dan pendukung gerak
organisasi untuk mewujudkan tujuan. Terencana disusun untuk membentuk para
anggota (Mahasiswa) menjadi kader cita HMI atau pribadi-pribadi muslim yang
kaffah dan unggul yang terformulasikan dalam al-Quran dengan istilah insan
“ulil albab”.
Sedangkan perjuangan HMI adalah usaha yang dilakukan secara sadar
untuk mewujudkan tujuannya yang termaktub dalam konstitusi dan Nilai-nilai
normatif tekstual (Pedoman perkaderan dan khittah perjuangan) yang menjadi
jalan/ rel perkaderan HMI adalah kerangka sekaligus acuan sebagai bagian dari pergerakan
perkaderan dan perjuangannya. Maka terlaksananya segala proses, usaha, gerak
dan perwujudan tercapainya tujuan HMI adalah bagian yang integral dari amanah
perkaderan dan perjuangan. Oleh karena itu, sebagai insan pengemban amanah
kenabian seorang pengader dituntut agar selalu konsisten dan istiqomah atas
segala sesuatu yang dipercayakan orang lain kepada dirinya. Ia harus mampu
mengawal segala bentuk, proses, tanda keberhasilan perkaderan dan perjuangan
tercapai maksimal, Karena seluruh proses perkaderan dan perjuangan diarahkan
untuk mewujudkan tujuan HMI.
Namun proses kaderisasi atau perkaderan HMI tidak akan mencapai
hasil yang obyektif dan maksimal ketika tidak dilakukan secara profesional
apalagi tanpa ditopang oleh para pengader-pengader handal dan berkualitas.
Disinilah perlunya sosok para pengader teladan yang amanah (Layak dikuti), ia
adalah cermin bagi orang lain, Ibarat “guru kencing berdiri maka murid kencing
berlari”, “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut
Wuri Handayani”.
Akan tetapi, untuk menyukseskan proses perkaderan yang baik dan
efektif diperlukan suatu komponen utama yang selalu siap berjuang dalam kondisi
apapun untuk mewujudkan tujuan organisasi. Dia adalah pengader, sosok yang
diharapkan sebagai pendorong terjadinya perubahan, pembaharuan, dan yang banyak
bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup mati organisasi ini. Maka seorang
pengader dituntut agar melakukan rekontruksi dan muhasabah diri dan melakukan
upaya penempaan karakter kader secara maksimal mungkin menuju kualitas diri
yang paripurna yaitu sosok ulil albab. Oleh karena itu, seorang pengader HMI dimajazkan
seperti “nabi”, ia adalah cahaya yang menerangi sekitarnya sebab ia juga
dianggap sebagai panutan dan teladan yang suatu saat ia akan menghasilkan sebuah
suri tauladan yang akan dikuti oleh generasi (kader) penerusnya, baik perkataan
sampai perbuatan.
Maka dari itu seyogyanya pula segala citra ideal rasulullah SAW
mengendap di dalam jiwa seorang pengader HMI. Sebab dalam sosoknya terdapat
fitrah yang menjadi kepribadian utuh pengader yaitu; sebagai pendidik (Penjaga
nilai-nilai Islam), pemimpin (Penjaga ukhuwah islamiyah), dan pejuang (Pelopor
amar ma’ruf nahi munkar).
Oleh karena itu selain memberi contoh yang baik (teladan), seorang
pengader juga harus dapat menjaga kepercayaan dalam menjalankan amanah
organisasi dan mengawal tercapainya tujuan organisasi tersebut. Sebab segala
sesuatu yang datang kepada dirinya yang berkaitan dengan perkaderan dan
perjuangan adalah bagian dari amanat organisasi yang sebaiknya dijalankan
semaksimal mungkin sebagai bukti peran dan tugas pengader selain sebagai
pengelola pelatihan-pelatihan HMI. mari kita arahkan gerak HMI menuju
perkaderan dan perjuangan yang optimal dan lebih baik lagi dengan menauladani
sikap dan sifat Nabi dan Rasulullah Muhammad.
Langganan:
Postingan (Atom)