By : Nasrul
Mukhsinin
Biografi
penulis
Judul : Tuhan yang disaksikan Bukan
Tuhan yang Didefinisikan
Pengarang : Jalalludin Rahmat
Dalam
jurnal ini, penulis berusaha mengungkap akan kekeliruan pengetahuan tentang Tuhan yang
dilakukan oleh para filsuf dan ahli ilmu kalam. Pemikiran tidak mungkin
mencapai pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan, malahan pemikiran seperti
itu hanya menghasilkan tipuan, khayalan, dan pertentangan. Penulis mengutip cerita dari Rumi mewakili para sufi yang ingin mengetahui
Tuhan melalui pengabdian bukan pemikiran, melalui cinta bukan kata, melalui taqwa bukan hawa. Mereka
tidak ingin mendefinisikan Tuhan, mereka
ingin menyaksikan Tuhan. Dengan menggunakan intelek, kita hanya akan mencapai
sebuah pengetahuan yang penuh dengan keraguan dan kontroversi. Sedang kan,
melalui mujahadah dan amal kita dapat menyaksikan tuhan dengan haqq ul-yaqiin.
Pada
dasarnya pengetahuan yang menempati tingkat teratas dari segala pengetahuan
adalah taqwa. Karna tidak ada yang lebih baik dari pada nilai taqwa itu
sendiri. Dari keseluruhan yang mencoba mendefinisikan tentang tuhan, termasuk
ahli filsafat, ahli kalam dan lain sebagainya, mereka tak akan mengetahui
tentang tuhan itu sendiri sebelum memiliki dan mengerti akan taqwa itu sendiri.
Jurnal
ini sangat sukar difahami karna penggunaan kata dan susunannya yang ‘’ribet’’ .
Sehingga bagi masyarakat awam atau kaum pelajar sangat susah untuk mengerti
maksud dan tujuan dari jurnal tersebut. Dan sasaran yang sangat tepat adalah kaum mahasiswa dan
cendikiawan-cendikiawan muslim yang lainnya. Sebagai sarana untuk berkembang.
Akan
lebih baik, jika jurnal ini menambahkan tentang solusi dan cara agar masyarakat
dan kaum muslimin lebih cerdas dalam memahami akan konsep ketuhanan dan cara mengetahui akan tuhan itu sendiri.
Dalam
jurnal yang berjudul “Tuhan yang Disaksikan Bukan Tuhan yang Didefinisikan”
yang dikarang oleh Jalalludin Rahmat, dijelaskan bahwa keberadaan tuhan tidak
mampu didiskripsikan atau didiefinisikan. Jurnal tersebut berusaha mengupas
tentang kesalahan dan kekeliruan pemikiran manusia dalam mendefinisikan Tuhan.
Beliau
mengutip cerita karya Jalal Al-dien Arrumi yang berisi keritikan halus kepada
para filsuf yang berusaha mengetahui Tuhan dengan akalnya. Menurut Jalal
al-dien Arumi dengan intelek kita tidak akan memperoleh pengetahuan tentang
Tuhan. Intelek mempunyai kemampuan terbatas dan karena itu, tidak akan mampu
mencerap Tuhan yang tidak terbatas. Intelektual atau pemikiran akan keberadaan tuhan,
hanya akan memberikan batasan dari keberadaan tuhan itu sendiri.
Ibn ‘arabi yang juga
merupakan salah satu tokoh filosofi muslim mengungkapkan tentang kekeliruan
pengertian dan pendeskripsian tuhan yang dilakukan oleh para filsuf dan ahli
kalam. Menurut beliau, pemikiran akal tentang esensi tuhan tidak mungkin
mencapai pengetahuan yang sesungguhnya akan tuhan, melainkan pemikiran tersebut
hanya akan menghasilkan sebuah tipuan, khayalan dan pertentangan. Dalam
tulisannya beliau menyatakan bahwa jika Tuhan berkehendak untuk memberikan
pengetahuan tentang diri-Nya, maka kita harus menghadirkan hati dan akal kita
akan kebenaran tersebut. Dengan kata lain, kita harus mempersiapkan akal dan
diri kita untuk menerimanya. Karna itulah yang akan menjadi cahaya dan
penyelaras dalam hidup serta menjauhkan diri dari hasil pemikiran yang syubhat dan
menjurus kepada keragu-raguan.
Kritikan
yang diberikan oleh Ibn ‘Arabi bukanlah kritakan terhadap intelek pada
pengetahuan akal, namun pada kekuatan daya pikir yang merupakan kekuasaan dari
akal. Dan pengetahuan tentang Tuhan hanya dapat
diperoleh bila intelek dihadapkan kepada hati dan mengambil pelajaran dari
hati.
Ringkasnya.Ibn 'Arabi menyatakan bahwa
pengetahuan tentang Tuhan hanya dapat diperoleh bila intelek dihadapkan kepada
hati dan mengambil pelajaran dari hati.Dan kita tidak dapat mendefinisikan
tuhan karana keterbatasan pikiran dan pengetahuan kita. Namun kita hanya mampu
menyaksikan tuhan dengan pengetahuan sejati yang diperoleh melalui hati, dan
itu adalah taqwa. Taqwa memiliki tingkat pencapaian pengetahuan paling tinggi,
dan memiliki otoritasnya berada di atas setiap keputusan yang ada dan di atas
setiap orang yang membuat keputusan.
0 komentar:
Posting Komentar